KONSEP

CONCEPT It’s about contradiction of a desire to conquer the world with imagination to paint the world by conquering the dreamlands through words that can only be understood by tears, misery, and idiocy It’s a fantasy that can not be understood, not even by the wildest animal. It’s nothing but to convince oneself that art means conquering! ____________________________________________________________ ini tentang sesuatu kontradiksi keinginan untuk menjajah dunia dengan imajinasi, melukis dunia dengan cara menaklukan negeri-negeri impian. lewat sabda yang hanya dapat dimengerti oleh cucuran air mata. kesengsaraan. kebodohan. adalah fantasi yang tak dapat dimengerti, bahkan oleh binatang seliar apapun. tak lain untuk meyakinkan diri sendiri. bahwa seni adalah penaklukan! *catatan: berawal dari percobaan di situs ini http://odoygiantfansclub.multiply.com/ SEJARAH MENDASAR TENTANG KONSEP GOD SAVE THE KING Atas segala sesuatu, tentang hilangnya amor fati sebuah bangsa. Bangsa Sunda. Saya perupa lulusan Seni Rupa IKIP Bandung, ayah saya seorang penjahit di jl. Tamansari Bandung yang hanya lulusan SD. Dari kecil kami selalu didongengi oleh ayah tentang sebuah kerajaan. Ayah saya selalu menceritakan tentang hilangnya satu peti wawacan dan peralatan perang jaman dulu. Dengan kepercayaan itu saya besar. dan menganggap ayah sedang bercerita saja untuk menenagkan kami anaknya. karena hidup kami waktu itu sangat sulit. Kata ayah saya itu cerita dari wawacan yang dulu seing bapak ceritakan, ada banyak cerita yang ayah ceritakan, tentang si ogin, tentang rangga wulung dan lain2. Ketika dewasa saya merasa heran ko bapak saya yang lulusan SD bisa menceritakan cerita itu dengan fasih. Cerita tentang pasarean panjang dan hilangnya satu peti wawacan. Kisah berawal ketika di tahun 1999 sebelum pernikahan saya. Saya mengunjungi pameran Naskah kuno di museum SriBaduga. Di sebuah kesempatan saya bertanya kepada penjaga. Kemana saya kalau keluarga saya kehilangan satu peti Naskah Kuno dan beberapa keris serta peralatan perang tumbak encis danlain-lain. Lalu sang penjaga menyuruh saya untuk bertemu ibu disebuah ruangan, Diruangan itu saya diberitahu bahwa di jawabarat tidak ada naskah dari ciheulang. Bahkan secara tersirat ibu pimpinan itu menuduh saya berpenyakit Zisropenik. Saya amat terpukul dan kecewa sekali. Menyesal saya pergi ke musium itu. Saking kecewanya saat itu saya memutuskan untuk tidak menjadi seniman lagi. Dan berhubungan dengan segala naskah.Saya sampai mengadu ke Pasarean Panjang. Kuburan leluhur di pasir leutik ciparay. Dan semenjak itu karir berkesenianku hancur! Pada 2010 saya Googling dan ternyata Naskah di desa Ciheulang itu memang ada! Lalu saya menulis pesan email efeo di jakarta, isinya begini: “Saya Dodi Rosadi seniman Bandung, dalam naskah katalog naskah jawa barat, halaman 160, tertulis Penyalin Lebe Lebak biru, desa ciheulang ciparay. Sesungguhnya itu adalah kakek buyut saya Nurhalim. Hal ini saya ketahuai dari cerita bapak serta nenek kami di desa ciheulang kab bandung, disana tertera pemilik Pia, yang beralamat di Pagaden subang dan kami tidak mengenal sama sekali bapak Pia ini.. Perlu bapak ketahui, pada jaman gerombolan kami kehilangan satu peti naskah kuno dan peralatan keris karena keluarga kami mengungsi ke bandung. dan ketika pulang lagi peti dan lain2nya sudah hilang.. saya dan keluarga pada tahun 2009 pernah menanyakan hal ini ke Museum Sri baduga, tetapi dari jawaban pengurus museum ketika itu saya disangka berpenyakit Sisropenik. dan menyatakan dijawabarat tidak ada naskah di daerah ciheulang. saya marah dan kecewa waktu itu. lama hal ini terpendam lagi dan ternyata saya baca ada naskah dari ciheulang di buku naskah katalog jawabarat. dengan jelas dan ter stabilo. cek link ini http://books.google.co.id/books?id=RheSrkiK2zYC&pg=PA160&lpg=PA160&dq=lebe+lebak+biru&source=bl&ots=fcsvzRg2d0&sig=IMJcy7rIrUuT2XVD_LufF8Il-Qs&hl=id&ei=IDiATdObHYP3rQfxvN2-Bw&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum=1&ved=0CBUQ6AEwAA#v=onepage&q=lebe%20lebak%20biru&f=false saya ingin bertanya ttg ini yang kebetulan disana tertulis EFEO BANDUNG. Dan secara terbuka saya tulis hal ini, semoga masyarakat tahu adanya. Ralat Surat: (* 2009 harusnya 1999, Nurhalim adalah leluhur saya: Saya Dodi Rosadi bin Abdul Rahman bin Ijromi-Upikiah bin Nurhalim bin KH. Husen( Pendiri Pesantren Yapi Al Husaini Ciheulang ciparay) bin Kh. Hasan. Lebe lebak biru tersebut ternyata adalah KH. Hasan turunan Syeik Jafar Sodik Garut) Dan kehilangannya ketika keluarga kami pindah ke bandung di jaman gerombolan tahun 1950 an. lalu EFEO Jakarta menjawab: Bapak Dodi Rosadi Yth., Perkenalkan, nama saya Vita dari EFEO Jakarta. Di sini saya akan berusaha menanggapi email Bapak mengenai keluhan yang Bapak sampaikan pada blog naskah kuno yang diupload oleh Bapak Oman Fathurrahman. Pertama, kami sampaikan bahwa kami ikut menyesal dan turut prihatin atas apa yg menimpa, yakni bahwa keluarga Bapak kehilangan harta yang berupa peti naskah kuno dan keris. Perlu kami sampaikan, bahwa apa yang ada pada koleksi kami, seluruhnya adalah fotokopi, kami tidak memiliki naskah aslinya. Hal ini telah kami kemukakan pada prakata yang tertera pada blog tersebut: http://naskahkuno.wordpress.com/2010/09/03/naskah-sunda-di-efeo/ Bagi kami sendiri memang naskah-naskah tersebut tidak jelas riwayatnya. Sebagai informasi, salah seorang rekan kami membuat katalog naskah-naskah yang bersangkutan pada tahun 1990, jadi jauh sesudah musibah menimpa keluarga Bapak. Mungkin sebagian naskah ternyata pernah ‘selamat’ di suatu tempat yang kami tidak tahu dengan jelas. Jadi menurut kami, kuncinya ada pada Yayasan Pemeliharaan Naskah (Yapena) di Bandung. Kiranya Bapak bisa menghubungi mereka, karena kami tidak ada hubungan dengan Yayasan ini. Demikian, atas perhatiannya diucapkan banyak terima kasih. Salam, Vita École française d’Extrême-Orient (EFEO) Jalan Ampera III No. 26, Jakarta Selatan 12550 Tel. & fax : (62-21) 781 1476, 781 4785 Ketika pencarian itu berlangsung, saya membuat konsep kesenian ini. Tetnatng bangkitnya kembali kerajaan Sunda meski hanya sebuah andai-andai. Yang penting saya kembali berkesenian. Dodi Rosadi

Tinggalkan komentar